Sjafrudin Prawiranegara (ketiga dari kanan) sempat menjadi presiden RI selama 207 hari. GOOGLE |
Sjafruddin Prawiranegara adalah putra Banten yang lahir di Serang 28 Februari 1911. Ia menyelesaikan pendidikannya di Madiun, Bandung , dan Jakarta. Sejarah pendidikannya begitu panjang, setelah menatkan pendidikan di Bandung ia pun kembali mengenyam pendidikan S1 dan S2-nya di fakultas hukum Rechtshogeschool yang sekarang dikenal dengan Universitas Indonesia.
Karir
Prawiranegara mengawali karirnya menjadi pegawai siaran di sebuah radio swasta, kemudian ia menjadi petugas di Departemen Keuangan Belanda sekaligus menjadi pegawai di Departemen Keuangan Jepang. Sejarah sebelum kemerdekaan ia juga menorehkan kakir sebagai badan legislatif Indosesia dan badan pekerja KNIP.
Dalam perkembangan karirnya ia menjadi menteri keuangan pertama di Indonesia. Pada masa jabatannya ia juga dikenal dengan kebijakan Gunting Sjafruddin, yaitu mengunting uang Rp. 5 karena saat itu Indonesia mengalami krisis ekonomi dengan infalasi tinggi dan harga yang melambung.
Pasca kemerdekaan Sjafruddin menjadi sosok yang kontroversial karena mendirikan PRRI untuk menentang kepemimpinan Soekarno yang tidak prorakyat. Keterlibatan Sjafruddin dalam PRRI itulah yang membuat peran penting Sjafruddin hilang selama era Orde Lama ataupun Orde Baru. Hilangnya peran Sjafruddin juga membuat namanya hilang hingga era reformasi.
Di awal tahun 2011 ini nama Sjafruddin kembali mencuat melalui novel berjudul Presiden Prawiranegara karya Akmal Nasery Basral. Novel buatan mantan wartawan Tempo itu menceritakan kisah 207 hari Sjafruddin selama menjabat presiden RI. Seperti yang dilansir Kompas.com, Akmal mengatakan bahwa ia ingin memberitahu bahwa ada satu masa dalam kehidupan Pak Sjafruddin yang selama ini kurang dijelaskan.
Akmal melihat Sjafruddin sebagai pemimpin yang prorakyat dan memiliki pengorbanan yang tidak kenal pamrih. Namun, ia tak banyak dikenalkan di sekolah, sebagaimana nama Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir, dan H Agus Salim.
Jasa besar Sjafruddin yang begitu besar seakan tak berarti ketika berhadapan dengan tirani. Melalui buku Presiden Prawiranegara ini diharapkan mata kita terbuka bahwa masih ada sejumlah pahlawan yang terlupakan jasanya. Ingatlah kata-kata Bung Karno "Jangan sekali-sekali melupakan Sejarah". Selamat Hari Pahlawan!