Bagi Nuryati Solapari, pendidikan adalah prioritas utama. Itulah yang membuat ia pergi jauh sampai ke Arab Saudi untuk mendapatkan uang untuk dapat berkuliah. Setidaknya itulah yang bisa disimpulkan dari acara Kick Andy yang menampilkan Nuryati sebagai narasumber.
Dosen Fakultas Hukum Untirta ini lahir 2 Juni 1979 di Serang, Banten. Nuryati adalah lulusan terbaik di SMA-nya kala itu. Seperti kebanyakan lulusan SMA lainnya, remaja Nuryati juga dipenuhi dengan keinginannya menggapai pendidikan yang tinggi. Namun keterbatasan biaya menghalanginya untuk melnjutkan pendidikan. Akhirnya mimpi itu membawanya memberanikan diri untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
Bekerja selama dua tahun di negeri orang tak membuat Nuryati lepas tanggung jawab terhadap keluarga. Sebagai anak sulung, iya juga menjadi tulang punggung bagi keluarganya yang sederhana. Ia selalu mengirimkan bagian dari penghasilannya untuk kehidupan keluarga dan adik-adiknya. Meskipun ia selalu memenuhi kebutuhan keluarganya, ia tak lupa menyisihkan upahnya untuk bekal pendidikannya nanti.
Sekembalinya ke Indonesia, Nuryati langsung mendaftarkan diri ke Untirta Banten untuk melanjutkan pendidikan S1 di jurusan Hukum. Meski memiliki tabungan untuk membiayai kuliahnya, perempuan yang memiliki semangat tinggi ini juga kembali mengumpulkan rupiah dari salah satu toko makanan di kota Cilegon. Sulitnya membagi waktu antara bekerja dan kuliah membuat Nuryati memanfaatkansetiap waktu lengangnya untuk belajar. Belajar di dalam toilet dan tidur tiga jam sehari sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Rasa lelah pasti menghampirinya, namun mimpi besar dalam dirinya membuat Nuryati terus berjuang untuk menggapainya.
Setelah lulus sarjana Nuryati mengikuti tes CPNS dan lulus sebagai dosen Fakultas Hukum di Untirta. Tak puas dengan itu, dengan keinginan dan mimpinya yang besar Nuryati kembali melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Jayabaya, Jakarta. Kerja kerasnya selama ini membuahkan hasil sesuai yang ia inginkan. Namun ternyata ia masih memiliki satu mimpi lagi, yaitu meraih gelar S3 yang sekaligus akan menjadikannya sebagai mantan TKI pertama yang bergelar Doktor.
Perjalanan Nuryati mulai dari menjadi TKI hingga mendapat gelar S2 menjadi perhatian masyarakat, ia kerap diundang untuk mengisi acara atau seminar-seminar. Namun hal itu tak membuatnya sombong, keramahan dan kesederhanaan seorang Nuryati tetap terlihat saat ia tengah meraih kesuksesannya. Nuryati juga mendapatkan penghargaan “Indonesia Migrant Workers Award” atau IMWA yang merupakan penghargaan pertama yang diselengarakan oleh beberapa kementrian bekerjasama dengan Universitas Indonesia sebagai bentuk apresiasi terhadap para TKI. Nuryati begitu senang dan tak menyangka dapat menjadi perwakilan dari Banten untuk ajang tersebut.
Saat bacadonggg.com berhasil menghubunginya via email Selasa (14/11), Nuryati menitipkan pesan kepada rekan-rekan TKI, dosen, dan pada mahasiswa. Ia berpesan pada para TKI agar manfaatkan remittance bagi ekonomi produktif sehingga tidak menjadi TKI selamanya. Bagi para dosen, ia meminta agar bisa menjadi pahlawan bagi para mahasiswa, kolega, dan juga tanah air dengan sinar keilmuan yang dimiliki.
“Intinya mari kita jadi pahlawan untuk kita sendiri, merubah dunia membutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra maka rubahlah diri sendiri maka anda dapat merubah dunia,” tambah Nuryati.
Nuryati Solapari telah menjadi pahlawan yang berkesan di dalam diri dan hati setiap orang yang mengenalnya. Perjuangan dan tekadnya mampu menjadikan inspirasi dan semangat bagi orang banyak. Begitulah sosok Nuryati Solapari, Pahlawan bagi diri sendiri, keluarga, dan negara.
Dosen Fakultas Hukum Untirta ini lahir 2 Juni 1979 di Serang, Banten. Nuryati adalah lulusan terbaik di SMA-nya kala itu. Seperti kebanyakan lulusan SMA lainnya, remaja Nuryati juga dipenuhi dengan keinginannya menggapai pendidikan yang tinggi. Namun keterbatasan biaya menghalanginya untuk melnjutkan pendidikan. Akhirnya mimpi itu membawanya memberanikan diri untuk menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi.
Bekerja selama dua tahun di negeri orang tak membuat Nuryati lepas tanggung jawab terhadap keluarga. Sebagai anak sulung, iya juga menjadi tulang punggung bagi keluarganya yang sederhana. Ia selalu mengirimkan bagian dari penghasilannya untuk kehidupan keluarga dan adik-adiknya. Meskipun ia selalu memenuhi kebutuhan keluarganya, ia tak lupa menyisihkan upahnya untuk bekal pendidikannya nanti.
Sekembalinya ke Indonesia, Nuryati langsung mendaftarkan diri ke Untirta Banten untuk melanjutkan pendidikan S1 di jurusan Hukum. Meski memiliki tabungan untuk membiayai kuliahnya, perempuan yang memiliki semangat tinggi ini juga kembali mengumpulkan rupiah dari salah satu toko makanan di kota Cilegon. Sulitnya membagi waktu antara bekerja dan kuliah membuat Nuryati memanfaatkansetiap waktu lengangnya untuk belajar. Belajar di dalam toilet dan tidur tiga jam sehari sudah menjadi bagian dari kehidupannya. Rasa lelah pasti menghampirinya, namun mimpi besar dalam dirinya membuat Nuryati terus berjuang untuk menggapainya.
Setelah lulus sarjana Nuryati mengikuti tes CPNS dan lulus sebagai dosen Fakultas Hukum di Untirta. Tak puas dengan itu, dengan keinginan dan mimpinya yang besar Nuryati kembali melanjutkan pendidikan S2 di Universitas Jayabaya, Jakarta. Kerja kerasnya selama ini membuahkan hasil sesuai yang ia inginkan. Namun ternyata ia masih memiliki satu mimpi lagi, yaitu meraih gelar S3 yang sekaligus akan menjadikannya sebagai mantan TKI pertama yang bergelar Doktor.
Perjalanan Nuryati mulai dari menjadi TKI hingga mendapat gelar S2 menjadi perhatian masyarakat, ia kerap diundang untuk mengisi acara atau seminar-seminar. Namun hal itu tak membuatnya sombong, keramahan dan kesederhanaan seorang Nuryati tetap terlihat saat ia tengah meraih kesuksesannya. Nuryati juga mendapatkan penghargaan “Indonesia Migrant Workers Award” atau IMWA yang merupakan penghargaan pertama yang diselengarakan oleh beberapa kementrian bekerjasama dengan Universitas Indonesia sebagai bentuk apresiasi terhadap para TKI. Nuryati begitu senang dan tak menyangka dapat menjadi perwakilan dari Banten untuk ajang tersebut.
Saat bacadonggg.com berhasil menghubunginya via email Selasa (14/11), Nuryati menitipkan pesan kepada rekan-rekan TKI, dosen, dan pada mahasiswa. Ia berpesan pada para TKI agar manfaatkan remittance bagi ekonomi produktif sehingga tidak menjadi TKI selamanya. Bagi para dosen, ia meminta agar bisa menjadi pahlawan bagi para mahasiswa, kolega, dan juga tanah air dengan sinar keilmuan yang dimiliki.
“Intinya mari kita jadi pahlawan untuk kita sendiri, merubah dunia membutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra maka rubahlah diri sendiri maka anda dapat merubah dunia,” tambah Nuryati.
Nuryati Solapari telah menjadi pahlawan yang berkesan di dalam diri dan hati setiap orang yang mengenalnya. Perjuangan dan tekadnya mampu menjadikan inspirasi dan semangat bagi orang banyak. Begitulah sosok Nuryati Solapari, Pahlawan bagi diri sendiri, keluarga, dan negara.
Categories:
sosok
0 komentar:
Posting Komentar