Kamis, 08 Desember 2011

Ihyauddin Rosyadi El Bantany : Pemimpin itu Harus Berkarakter

Ihyauddin (Dok. Orange)

Siapa yang tidak kenal dengan Ihyauddin Rosyadi El Bantani? Presiden Mahasiswa Untirta 2010 yang juga mahasiswa Ilmu Administrasi Negara FISIP Untirta angkatan 2006. Anak kedelapan dari sepuluh bersaudara ini lahir di Serang pada 13 Maret 1988.

Ihya, begitu panggilan akrabnya dibesarkan di keluarga yang sederhana dan keluarga yang mengedepankan nilai-nilai agama dan kekeluargaan. Pendidikan formalnya diawali di Sekolah Dasar Negeri 2 Cipocok Jaya, lalu dilanjutkan pendidikan di MTs Negeri Serang dan SMAN Cibadak - Rangkasbitung. Tiga tempat pendidikan formal tersebut menjadi tempat bagi Ihya dalam mencari jatidiri dan mengenal interaksi dengan sesama.

Organisasi yang pernah digeluti diantaranya adalah, Sekretaris OSIS di MTsN Serang, menginjak SMA menggeluti organisasi sebagai ketua OSIS SMAN Cibadak tahun 2004, Ketua Pramuka SMAN Cibadak tahun 2004, dan Ketua KAPMI (Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia) tahun 2005 Kabupaten Lebak.
Selepas menyelesaikan studinya dari sekolah menengah dengan aktif di berbagai organisasi, selanjutnya ia aktif mengikuti organisasi di Untirta, diantaranya HMJ administrasi negara sebagai Koordinator kerohanian, BEM FISIP sebagai Koordinator Kajian strategis dan kaderisasi, LDK Baabussalam sebagai staff Dept. Syiar, KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Untirta sebagai Ketua Umum 2008, BEM Untirta sebagai Menteri Luar Negeri 2009 dan BEM Untirta sebagai Presiden Mahasiswa tahun 2010. Ia juga pernah menjadi Delegasi Peserta Lomba MTQ Mahasiswa Nasional bidang Tartil  Al-Qur’an Lhouksemawe tahun 2009.

Bagi Ihyauddin Rosyadi El Bantani, pemimpin itu harus memiliki karakter. Diakhir jabatannya sebagai Presiden Mahasiswa Untirta 2010, ia mengungkapkan pengalamannya selama menjabat sebagai Presma. Ia mencoba lebih terbuka dengan kawan-kawan mahasiswa yang bisa menjadi masukkan saran dan kritik dalam masa kepemimpinannya.

Setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menjalankan sesuatu. Ada yang senang ataupun kurang senang menilai seseorang. Apatisme mahasiswa yang semakin besar, membuat subjektifitas dan prejudice (buruk sangka) mengakibatkan pelecehan terhadap orang lain.
Banyak kesan dan pengalaman selama menjabat sebagai Presma Untirta, selain bahagia karena dapat menyelesaikan amanat hingga akhir masa jabatannya, ia juga merasa sedih dan khawatir apabila semua yang dilakukannya itu tidak amanat di mata Allah SWT dan orang lain. “Ya, semuanya telah saya jalankan semaksimal mungkin, kesan mendalam semoga semuanya dapat memaafkan kesalahan yang saya lakukan,” tuturnya.

Menurut Ihya, sikap seperti itu wajar terjadi karena memang kodrat manusia untuk menilai baik atau buruk. “Yang terpenting kita bisa dewasa menyikapinya, karena jika hal tersebut tidak ada, semuanya terasa hambar,” ungkapnya dengan santai.

Gaya kepemimpinan setiap orang jelas berbeda, itu pun yang dijalankan oleh pria yang mengagumi Soekarno ini. “Pengaruh dan kharisma yang amat besar di masyarakat, menjadikan Soekarno sebagai pemimpin yang disegani,” tuturnya. “Kita tinggal meneladani beliau, sejarah hidupnya, serta belajar dan mengaplikasikan ilmu yang kita miliki,” tambahnya. Makna pahlawan menurut pria yang juga mengidolakan Rasulullah SAW ini ialah seseorang yang mampu memberikan manfaat bagi orang lain. “Gelaran atau tanda jasa kepahlawanan itu hanya sebagai bentuk penghormatan kepada pendahulu-pendahulu kita.” ungkapnya.

Degradasi moral yang semakin akut menyerang bangsa ini merupakan permasalahan  kompleks. Dibutuhkan pembangunan karakter guna memperbaiki moral di bangsa ini. Sehingga menurutnya seorang pemimpin ke depan itu haruslah seseorang yang memiliki karakter, dengan basis spiritual dan emosional yang ia miliki, sehingga akhirnya ia dapat loyal dan memiliki kepedulian dalam memimpin.

Pria yang memiliki motto hidup berbagi di dunia investasi di syurga ini selalu berusaha dapat menjalin silaturahim dengan semua orang. Selain itu membaca dan diskusi merupakan kegiatan yang ia lakukan dalam mengisi waktunya ditengah kesibukannya yang kian padat.

Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh pemimpin-pemimpin kita di masa yang akan datang. “Untuk itu dibutuhkan soliditas untuk kawan-kawan mahasiswa KBM Untirta untuk menyelesaikan PR tersebut, jangan sampai independensi kita sebagai mahasiswa luntur hanya karena kepentingan pribadi ataupun golongan,” tegasnya.

Ia pun berharap, semoga apa yang dilakukannya saat ini akan dapat disempurnakan oleh generasi yang akan datang. Tidak sekedar mengkritisi satu golongan saja tetapi semoga apa yang kita niatkan untuk dijalankan itu merupakan kehendak dari seluruh civitas akademika Untirta. (Orange)

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar